https://journal.iainlhokseumawe.ac.id/index.php/jeulame/issue/feed Jeulame: Jurnal Hukum Keluarga Islam 2024-02-23T11:35:43+00:00 Open Journal Systems <p>Jeulame: Jurnal Hukum Keluarga Islam, published by department of Islamic Family Law, Faculty of Sharia, State Islamic Institute of Lhokseumawe since 2022. The journal publishes research articles, conceptual articles, and book reviews with various perspectives of Islamic Family Law and Legal Drafting of Islamic Civil Law. Jeulame published biannually (June and December) and invites any comprehensive observation of Islamic Family Law as a normative and system of muslim society’s.</p> https://journal.iainlhokseumawe.ac.id/index.php/jeulame/article/view/1958 Efektivitas Proses Mediasi dalam Mengurangi Angka Perceraian di Mahkamah Syar’iyah Bireun 2024-01-05T03:03:36+00:00 Siti Hanifa sitihanifa@gmail.com <p><em>Realitas lapangan menganggap bahwa mediasi dalam kasus perceraian selalu cenderung gagal. Hal ini disimpulkan berdasarkan kegagalan mediator dalam mempersatukan kembali pasangan yang hendak bercerai. Kesimpulan serupa pun terjadi di lingkungan Mahkamah Syar’iyah Bireun, yang mendata bahwa dari 482 kasus perceraian, hanya 47 kasus yang dianggap berhasil proses mediasinya dengan indikator bahwa perceraian berhasil digagalkan oleh mediator. Fenomena tersebut menjadi menarik bagi penulis untuk diteliti, dengan asumsi apakah benar keberhasilan proses mediasi kasus perceraian ditentukan oleh keberhasilan menggagalkan perceraian? Sehingga penulis rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana mekanisme mediasi dalam perkara perceraian di Mahkamah Syar’iyah Bireun? Bagaimana tingkat keberhasilan proses mediasi dalam perkara perceraian di Mahkamah Syar’iyah Bireun?. Penelitian ini menggunakan jenis </em><em>penelitian kualitatif dengan metode penelitian empiris dan pendekatan penelitian studi kasus, yaitu kasus-kasus perceraian yang dimediasi di Mahkamah Syar’iyah Bireun. Adapun hasil dari penelitian ini adalah Mekanisme mediasi yang dilakukan di Mahkamah Syar’iyah Bireuen dilakukan sesuai PERMA No 1Tahun 2016. Dengan dilakukannya mediasi ini dapat mengantarkan para pihak-pihak pada perwujudan kesepakatan damai yang lestari dan permanen. Penyelesaian perkara melalui jalan mediasi sangat dirasakan manfaatnya, karena para pihak-pihak telah mencapai kesepakatan yang mengakhiri persengketaan mereka secara adil dan saling menguntungkan. Bahkan dalam mediasi yang gagal pun, dimana para pihak belum mencapai kesepakatan, sebenarnya juga telah dirasakan manfaatnya. Kesediaan para pihak untuk bertemu dalam suatu proses mediasi, paling tidak telah mampu mengklarifikasikan akar persengketaan perceraian dan mempersempit terjadinya perselisihan terhadap pasangan suami istri.</em></p> 2023-12-31T00:00:00+00:00 Copyright (c) 2024 Siti Hanifa https://journal.iainlhokseumawe.ac.id/index.php/jeulame/article/view/1988 Dinamika Kultural Pernikahan Beda Agama (Studi Kasus Di Desa Srinahan, Kecamatan Kesesi, Kabupaten Pekalongan) 2024-02-23T11:35:43+00:00 Widodo Hami widodo.hami@uingusdur.ac.id <p>Pernikahan beda agama merupakan fenomena sosial yang menimbulkan beragam pandangan dalam perspektif agama. Studi ini mengeksplorasi perspektif agama Islam terhadap dinamika pernikahan beda agama, dengan berfokus pada sebuah studi kasus di Desa Srinahan. Penelitian ini menerapkan metode kualitatif dengan menghimpun data melalui wawancara mendalam, observasi, serta analisis berbagai dokumen yang relevan. Hasil penelitian mengungkapkan beberapa alasan terjadinya pernikahan beda agama di Desa Srinahan. Studi ini juga mengeksplorasi dampak pernikahan beda agama dalam konteks nilai-nilai agama Islam.</p> 2023-12-31T00:00:00+00:00 Copyright (c) 2024 Widodo Hami https://journal.iainlhokseumawe.ac.id/index.php/jeulame/article/view/2041 Analisis Pasal 7 UU No. 16 Tahun 2019 Perubahan Atas UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Batas Usia Perkawinan Perspektif Ushul Fikih 2024-02-23T11:25:09+00:00 Maulidaturrahmi Maulidaturrahmi maulida30@gmail.com <p><em>Revisi Pasal 7 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengenai batas usia perkawinan menuai berbagai reaksi dari kalangan masyarakat. Pasal tersebut menyatakan bahwa usia yang ditetapkan antara laki-laki dan perempuan sama yaitu 19 tahun, revisi pasal tersebut menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan gugatan judicial review materi muatan Pasal 7 UU Perkawinan terhadap Pasal 28B UUD 1945 dengan alasan permohonan pasal tersebut diskriminatif. Perihal penyetaraan batas usia perkawinan tersebut bisa dianalisis menggunakan Ushul Fikih sehingga dapat ditemukan nilai-nilai dasar dari pemberlakuan hukum (penyetaraan usia perkawinan) yang berorientasi pada kemaslahatan. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah latar belakang penyetaraan usia perkawinan, analisis penyetaraan usia perkawinan perspektif Ushul Fikih. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). &nbsp;&nbsp;Metode pengumpulan data adalah metode studi dokumen dan telaah pustaka. Hasil penelitian ini adalah pasal batas usia perkawinan sebelumnya dianggap inkonsistensi dengan UU lainnya, serta diskriminatif terhadap hak-hak anak dan perempuan sehingga penyetaraan batas usia perkawinan diharapkan mampu meminimalisir berbagai masalah sosial terkait hak anak dan perempuan. Menganalisa pasal penyetaraan batas usia perkawinan dalam perspektif ushul fikih terlihat adanya prinsip-prinsip dasar yang terkandung di dalamnya seperti prinsip kesetaraan dan maslahat yang bertujuan mewujudkan kemaslahatan kehidupan manusia. </em></p> 2023-12-31T00:00:00+00:00 Copyright (c) 2024 Maulidaturrahmi Maulidaturrahmi https://journal.iainlhokseumawe.ac.id/index.php/jeulame/article/view/2063 Asas Keadilan Dalam Pembagian Harta Bersama 2023-12-12T05:09:07+00:00 Muhammad Rahmat rahmat.elmahmudy@gmail.com Abdullah Abdullah abdullah@iainlhokseumawe.ac.id <p><em>Hukum positif di Indonesia belum memberikan penyelesaian secara tuntas mengenai harta bersama dalam hal apabila terjadi suatu perceraian. sebuah peraturan atau ketentuan hukum dibuat berdasarkan rasa keadilan, tetapi pada ketentuan ini, prinsip &nbsp;keadilan&nbsp; sepenuhnya &nbsp;belum &nbsp;terpenuh. &nbsp;Tekait &nbsp;hal &nbsp;tersebut diatas &nbsp;maka legal&nbsp;&nbsp; problem&nbsp; &nbsp;dari&nbsp; &nbsp;ketentuan&nbsp;&nbsp; uraian&nbsp;&nbsp; diatas&nbsp; &nbsp;adalah&nbsp; &nbsp;Kekaburan&nbsp; &nbsp;Rumusan dan pastinapastian hukum. Pembagian harta bersama diatur dalam Pasal 97 KHI, di mana janda maupun duda berhak separuh dari harta bersama, pembagian tersebut adil apabila suami dan istri memberikan besaran kontribusi yang sama selama perkawinan. Dengan melakukan pendekatan analisa secara filosofis, yuridis dan sosiologis, tulisan ini kami buat dengan metode penelitian yuridis normatif, dimana penelitian ditekankan pada aspek ketentuan hukum formal yang berlaku.</em></p> 2023-12-31T00:00:00+00:00 Copyright (c) 2024 Muhammad Rahmat, Abdullah Abdullah https://journal.iainlhokseumawe.ac.id/index.php/jeulame/article/view/2081 Analisis Dispensasi Nikah Tinggi; Antara Solusi dan Tragedi Dalam Perspektif Hukum Islam, UU Perkawinan dan KHI 2024-02-22T05:48:36+00:00 Azwir Azwir azwir@iainlangsa.ac.id Fina Mastura fidialsm654@gmail.com <p>Dalam Undang-undang perkawinan disebutkan bahwa usia minimal untuk melaksanakan perkawinan yaitu&nbsp; 19 tahun baik laki-laki maupun perempuan, jika belum memenuhi usia tersebut boleh melaksanakan perkawinan dengan mengajukan permohonan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah. Sedangkan dalam perspektif hukum Islam tidak ada batasan umur pernikahan selain ketentuan <em>baligh.</em> Penelitian ini mengkaji ketentuan usia pernikahan dalam perspektif hukum Islam, Undang-undang Perkawinan dan KHI, batasan usia minimal perkawinan kaitannya dengan Undang-undang Perlindungan Anak, dan menganalisa dispensasi nikah di era pandemi apakah sebuah solusi atau sebuah tragedi. Kajian ini menggunakan metode yuridis-normatif dengan data kualitatif, ditelaah melalui Al-Qur'an; UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan; UU No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No. 1 Tahun 1974; dan KHI. Hasil penelitian ditemukan bahwa; 1. Dalam Alqur’an terdapat 23 ayat bicara tentang pernikahan. Tetapi tidak ada satu ayatpun yang menjelaskan batasan usia nikah. Kecuali ayat yang berkaitan dengan kelayakan menikah ada dua ayat, yaitu surat al-Nûr ayat 32, dan surat An-Nisa ayat 6. Dimana kedua ayat tersebut hanya menentuka batas usia menikah dengan redaksi “layak” untuk menikah (wasshalihin), dan redaksi “cerdas” (rusydan), pandai memelihara harta, hal inilah yang dijadikan patokan untuk usia minimal menikah dan konsep dewasa atau baligh dalam perspektif fikih. <strong>2. </strong>Ketentuan Undang-undang Perkawinan&nbsp; dan KHI tentang usia minimal pernikahan, ketentuan batas usia perkawinan menurut UU Nomor 1 tentang Perkawinan 1974, dijelaskan pada Pasal 7 yaitu 19 tahu bagi laki laki dan 16 tahun bagi perempuan, yang kemudian dirubah dengan UU No. 16/2019 tentang Perubahan Atas UU No. 1/1974 tentang Perkawinan, ditentukan bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun, dalam hal terjadi penyimpangan terhadap ketentuan umur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), orang tua pihak pria dan/atau orang tua pihak wanita dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup. Sementara KHI tetap mengikuti ketentuan usia minimal perkawinan sepertimana terdapat dalam Undang-perkawinan.<strong> 3. </strong>Kaitan ketentuan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang batas usia minimal perkawinan dengan Undang-undang Perlindungan Anak, konsep anak atau seseorang dikatakan dewasa, sehingga mampu bertanggung jawab sangat bervariasi. Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak disebutkan pada Pasal 1 ayat (1): <em>”Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”. </em>Sedang yang dimaksud dengan anak dalam Undang-undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak Pasal 2 disebutkan: Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin. Ketetapan batas usia anak yang terdapat dalam regulasi atau aturan perundang-undangan tersebut bervariasi. Demikian pula batas usia berkaitan dengan hak-hak yang diberikan kepada seseorang, ketika ia dianggap mampu atau cakap untuk bertindak di dalam hukum juga bervariasi. Batas usia yang digunakan dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, memang bertentangan dengan Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan, akan tetapi dengan adanya perubahan No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang dirubah dengan UU No.16 Tahun 2019, dapat merikan solusi terhadap permasahan ini, dan juga adanya pertimbangan hakim dalam memberikan dispensasi perkawinan. 4<strong>. </strong>Analisis dispensasi nikah tinggi; antara solusi dan tragedi dalam hukum perkawinan, Jika menakar dan menganalisa dispensasi nikah tinggi antarar solusi dan tragedi berdasarkan Hukum Islam dengan merujuk pada ayat-ayat al-Qur’an, hadis, pandangan-pandangan ulama fikih, dan juga dengan melihat aturan-aturan yang ada dalam pasal-pasal Undang-undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam,&nbsp; serta melakukan analisis terhadap data, fakta dan fenomena yang terjadi dengan permasalahan hukum yang ada khususnya berkaitan dengan usia perkawinan, maka dispensasi nikah tinggi dapat dapat menjadi sebuah solusi, bukan tragedi, dengan memperhatikan beberapa tanggungjawab memastikan rumah tangga atau perkawinan yang harmonis dan Sakinah Mawaddah dan Rahmah sebagaimana konsep Islam, Undang-undang Perkawinan maupun Kompilasi Hukum Islam.</p> 2023-12-31T00:00:00+00:00 Copyright (c) 2024 Azwir Azwir, Fina Mastura https://journal.iainlhokseumawe.ac.id/index.php/jeulame/article/view/2071 Falsafah Kepatuhan, Kesadaran dan Ketaatan Hukum Dalam Ilmu Hukum dan Ilmu Hukum Islam 2024-02-22T05:10:06+00:00 Asna Asna asnamhi069@gmail.com <p><em>Dalam masyarakat yang memahami hukum dengan benar maka bisa terjalin hubungan yang harmonis antara anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya karena saling mematuhi dan menghargai kehidupan dalam masyarakat, setiap individu yang ada dalam masyarakat diharapkan mampu mematuhi aturan hukum yang ada, sehingga tercipta hidup yang rukun serta damai masyarakat, karena pada hakikatnya setiap individu pada dasarnya mencintai kehidupan yang damai, aman serta sejahtera. Sedangkan kesadaran hukum itu akan muncul dari hati nurasi dengan perasaan yang iklas tanpa paksaan dari pihak manapun dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, ketika ketaantan hukuk sudah dipatahui oleh setiap individu yang ada dalam masyarakat maka kehidupan akan membawa kedamaian bagi sesama manusia. Adapun dalam hukum islam yang berhak menciptakan hukum adalah Allah swt, dan hukum itu wajib dipatuhi oleh umat islam itu sendiri sebagaimana Allah telah mengutus Rasulullah saw untuk memberikan peringatan kepada umat manusia yang ada di muka bumi ini. Dalam hukum islam dikatakan bahwa Rasul itu sebagai pemberi peringatan kepada manusia yang ada di muka bumi ini sebagai pembawa rahmat bagi seluruh alam.</em></p> 2023-12-31T00:00:00+00:00 Copyright (c) 2024 Asna Asna